
tebakskor889 – Beberapa tahun sejak kepergiannya dari kursi manajer interim Manchester United, Ralf Rangnick akhirnya angkat bicara lebih terbuka tentang kondisi klub yang pernah ia tangani. Dalam sebuah wawancara mendalam dengan media Jerman, pelatih yang kini sukses menukangi Timnas Austria itu membongkar akar masalah yang selama ini menggerogoti Manchester United dari dalam mulai dari kekacauan struktur organisasi, lemahnya arah sepak bola, hingga budaya kerja yang menurutnya “tidak mencerminkan klub juara.”
Pernyataan Rangnick ini segera menjadi bahan diskusi hangat di kalangan pundit, jurnalis, bahkan mantan pemain. Tak sedikit yang menyebut bahwa komentar Rangnick bukan sekadar “curhat”, melainkan peringatan serius bahwa Manchester United masih jauh dari kata sehat, meski sudah mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk belanja pemain.
Lantas, apa saja yang di ungkap Rangnick? Dan bagaimana komentarnya merefleksikan problem struktural dan budaya yang selama ini menghambat kebangkitan Manchester United? Berikut ulasan lengkapnya.
Rangnick: “MU Butuh Operasi Jantung, Bukan Plester Luka”
Kalimat ini menjadi salah satu kutipan paling terkenal dari Rangnick saat masih menjabat manajer interim MU di musim 2021/22. Ia menggambarkan kondisi klub saat itu sebagai sesuatu yang tidak bisa di perbaiki dengan satu atau dua transfer saja, melainkan butuh perombakan menyeluruh, dari atas ke bawah.
Dalam wawancara terbarunya dengan Der Spiegel, Rangnick menyatakan:
“Saya sudah mengatakannya sejak awal: MU tidak butuh tambal sulam, mereka butuh operasi besar. Masalahnya bukan hanya di lapangan, tapi lebih dalam dari itu di struktur, visi, dan budaya kerja.”
Pernyataan ini seolah mengonfirmasi bahwa apa yang kita lihat di atas lapangan hanyalah puncak gunung es, sementara masalah terbesar berada di bawah permukaan.
Struktur Organisasi yang Tidak Efektif
Salah satu poin utama kritik Rangnick adalah struktur manajemen klub yang tidak efisien. Ia menyoroti tidak adanya direktur olahraga yang benar-benar memahami sepak bola dan memiliki wewenang penuh dalam pengambilan keputusan.
Di era Rangnick, banyak keputusan transfer dan strategi klub masih melibatkan pemilik dan eksekutif non-sepak bola, seperti Ed Woodward dan Richard Arnold. Hal ini membuat proses rekrutmen pemain menjadi lambat, tidak terarah, dan sering kali di dorong oleh nilai komersial ketimbang kebutuhan taktik.
“Saya menawarkan ide untuk membentuk departemen rekrutmen modern, sistem scouting terintegrasi, dan rencana lima tahun. Tapi tidak ada langkah nyata dari manajemen. Semua berjalan sangat lambat dan tidak sinkron.”
Bandingkan dengan klub seperti Liverpool, yang sukses karena menyatukan visi pelatih (Jurgen Klopp) dengan direktur olahraga (Michael Edwards), atau Man City yang punya struktur jelas di bawah Txiki Begiristain dan Ferran Soriano.
Rekrutmen Pemain yang Tidak Sesuai Filosofi
Rangnick juga menyinggung soal kekacauan dalam transfer pemain, di mana MU sering kali membeli pemain bintang tanpa mempertimbangkan sistem permainan atau kebutuhan jangka panjang.
Contohnya adalah pembelian Cristiano Ronaldo pada 2021. Meski dari sisi bisnis menguntungkan, dari sisi taktik, transfer ini mengubah gaya bermain MU secara drastis dan menghambat progres pemain muda seperti Mason Greenwood atau Marcus Rashford.
Rangnick bahkan mengaku sempat mengusulkan sejumlah nama yang cocok untuk proyek jangka panjang seperti Josko Gvardiol, Christopher Nkunku, dan Erling Haaland namun tidak di indahkan.
“Saya sebutkan beberapa nama, pemain muda dengan potensi luar biasa. Tapi klub lebih memilih nama-nama besar yang sudah terkenal, bukan yang cocok dengan filosofi pressing dan intensitas tinggi.”
Budaya Klub yang Kurang Kompetitif
Satu lagi masalah fundamental menurut Rangnick adalah budaya kerja internal yang kurang kompetitif dan terlalu nyaman. Ia mengisyaratkan bahwa banyak pemain MU tidak memiliki mental juara dan terlalu mudah puas meski tidak tampil maksimal.
Di ruang ganti, tidak ada sosok pemimpin kuat seperti Roy Keane, Nemanja Vidic, atau Wayne Rooney. Akibatnya, ketika performa tim menurun, tidak ada mekanisme “dorongan internal” yang menjaga standar tinggi.
“Saya tidak melihat cukup banyak pemain yang lapar, yang marah saat kalah, atau yang kecewa saat di tarik keluar. Semuanya seperti… datar. Terlalu lembek untuk klub sebesar United.”
Hal ini di perparah oleh absennya peran tegas dari manajemen dalam menegakkan disiplin. Beberapa pemain yang tampil buruk tetap di mainkan karena nama besar atau tekanan media, bukan karena performa.
Tidak Ada Identitas Sepak Bola yang Jelas
Salah satu kritik paling tajam dari Rangnick adalah tidak adanya filosofi permainan yang jelas di MU. Klub seperti City, Arsenal, atau bahkan Brighton, memiliki identitas permainan yang bisa di kenali. MU, sebaliknya, terlihat seperti tim yang “bereaksi”, bukan “mengontrol”.
“Apakah MU adalah tim pressing? Tidak. Tim penguasa bola? Tidak juga. Kontra-attack? Kadang iya, kadang tidak. Artinya, tidak ada identitas yang konsisten.”
Sebagai pelatih yang di kenal sebagai arsitek gegenpressing modern, Rangnick sangat memperhatikan pentingnya sistem dan konsistensi. Baginya, MU seharusnya membangun filosofi yang berkelanjutan, bukan hanya bergantung pada kemampuan individu pemain.
Lemahnya Dukungan kepada Pelatih
Rangnick juga mengaku tidak diberikan cukup wewenang dan sumber daya untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Meskipun ia di angkat sebagai manajer interim dengan janji akan menjadi konsultan teknis setelahnya, jabatan tersebut tidak pernah terealisasi secara penuh.
Ia menyebut bahwa komitmen klub tidak sesuai dengan yang di janjikan, dan akhirnya memutuskan untuk pergi.
“Saya siap bekerja untuk membangun ulang klub dari bawah. Tapi saat tidak ada komitmen yang nyata, saya sadar itu tidak akan berhasil. Saya tidak ingin menjadi simbol perubahan palsu.”
Respon Dunia Sepak Bola: Banyak yang Setuju
Komentar Rangnick mendapat dukungan dari banyak pihak. Mantan kapten MU, Gary Neville, menyebut bahwa apa yang di sampaikan Rangnick “sudah lama jadi rahasia umum”, dan harusnya menjadi bahan refleksi serius bagi pemilik klub.
Beberapa jurnalis sepak bola Eropa juga memuji keberanian Rangnick untuk berbicara jujur, karena menurut mereka, terlalu banyak hal di MU yang di sembunyikan di balik pencitraan.
Apa Arti Pernyataan Ini Bagi Masa Depan MU?
Komentar Rangnick datang di saat MU berada di masa transisi di tengah perombakan struktural oleh Sir Jim Ratcliffe dan INEOS yang mulai mengatur operasional sepak bola klub. Direktur olahraga baru akan ditunjuk, Erik ten Hag sedang dievaluasi, dan arah klub ke depan masih belum sepenuhnya jelas.
Dengan “peta masalah” yang diungkap Rangnick, publik kini semakin sadar bahwa masalah MU tidak hanya soal siapa yang melatih atau siapa yang bermain, tapi tentang fondasi yang goyah selama lebih dari satu dekade sejak era Sir Alex Ferguson.
Ralf Rangnick, Peringatan yang Terlambat Tapi Penting
Ralf Rangnick bukan pelatih sempurna. Masa kepemimpinannya di MU singkat dan penuh kendala. Namun, analisis dan pengamatannya tentang kondisi internal klub tidak bisa diabaikan. Ia memberi cermin jujur tentang penyakit kronis yang selama ini ditutupi oleh kemegahan stadion, sponsor besar, dan nama besar klub.
Jika Manchester United ingin kembali ke masa kejayaannya, mereka harus berani melakukan perombakan menyeluruh, bukan sekadar belanja pemain setiap musim panas. Identitas, budaya, dan struktur adalah hal yang harus dibangun dan komentar Rangnick bisa menjadi titik awal kesadaran tersebut.
Kini bola ada di tangan manajemen baru. Apakah mereka akan mendengarkan suara-suara seperti Rangnick dan memulai revolusi sejati? Atau sekali lagi, membungkus luka lama dengan plester mewah?

Prediksi Terbaru
- Duel Sengit Filipina U-23 vs Indonesia U-23
- Jadwal Timnas U-23 Hari Ini Lengkap dan Terupdate
- Cincinnati Bidik Kemenangan Lawan Inter Miami
- Korea Selatan Hadapi Jepang di Piala Asia Timur EAFF
- Resmi! Crystal Palace Ditendang dari Liga Europa
- Tak Hanya Kejar Victor Osimhen, Galatasaray Siapkan Dua Striker
- Dewa United Gaet Cassio Scheid Jelang Piala Presiden 2025
- Upaya Bayern Munchen Rebut Luis Díaz dari Liverpool gagal
- Locatelli Buka Suara Dikalahkan Madrid “Juventus Main Buruk”
- Tebak Skor PSG vs Bayern dan Menangkan Hadiahnya!
Arsip
- Juli 2025
- Juni 2025
- Mei 2025
- April 2025
- Maret 2025
- Februari 2025
- Januari 2025
- Desember 2024
- November 2024
- Oktober 2024
- September 2024
- Agustus 2024
- Juli 2024
- Juni 2024
- Mei 2024
- April 2024
- Maret 2024
- Februari 2024
- Januari 2024
- Desember 2023
- November 2023
- Oktober 2023
- September 2023
- Agustus 2023
- Juli 2023
- Juni 2023
- Mei 2023
- April 2023
- Maret 2023
- Februari 2023
- Januari 2023
- Desember 2022