tebakskor889 – AC Milan, salah satu raksasa Serie A dan klub yang memiliki sejarah gemilang di Liga Champions, harus menelan pil pahit setelah tumbang di tangan Bayer Leverkusen dalam pertandingan babak grup Liga Champions yang berlangsung di BayArena. Kekalahan 1-3 dari tim asal Bundesliga tersebut tentu mengejutkan banyak pihak, terutama para pendukung AC Milan yang berharap tim kesayangan mereka bisa tampil konsisten dan lolos dengan mulus ke babak selanjutnya.
Ada banyak analisis terkait apa yang terjadi dalam pertandingan ini, tetapi dua alasan utama tampaknya cukup jelas: kegagalan AC Milan untuk mengatasi permainan pressing intens yang dilakukan oleh Leverkusen dan lemahnya performa individual dari pemain-pemain kunci mereka. Mari kita bedah lebih dalam dua alasan yang berperan penting dalam kekalahan AC Milan tersebut.
Ketidakmampuan Mengatasi Tekanan Intens dari Leverkusen
Salah satu alasan utama kekalahan AC Milan adalah kegagalan mereka untuk mengatasi strategi pressing tinggi yang diterapkan oleh Bayer Leverkusen. Tim asuhan Xabi Alonso bermain dengan agresivitas tinggi dan tidak memberikan AC Milan banyak ruang untuk bergerak, terutama di lini tengah. Ketidakmampuan Milan untuk beradaptasi dengan intensitas permainan Leverkusen terlihat jelas dari menit-menit awal pertandingan.
Bayer Leverkusen sangat disiplin dalam melakukan pressing. Setiap kali gelandang AC Milan seperti Sandro Tonali atau Rade Krunić menguasai bola, mereka langsung dihampiri oleh dua hingga tiga pemain lawan. Kondisi ini membuat aliran bola Milan terputus dan memaksa mereka untuk sering melakukan kesalahan. Tonali, yang biasanya menjadi metronom lini tengah Milan, terlihat frustasi karena tidak bisa memberikan kontribusi maksimal akibat tekanan konstan dari pemain-pemain Leverkusen.
Bahkan pemain-pemain yang biasa tampil solid seperti Ismaël Bennacer pun tampak kewalahan menghadapi intensitas permainan lawan. Leverkusen tidak hanya menekan pemain Milan yang menguasai bola, tetapi juga menutup setiap jalur operan yang mungkin, sehingga memaksa AC Milan untuk bermain lebih defensif atau melakukan long ball yang tidak akurat.
Salah satu contoh nyata dari keberhasilan strategi pressing ini terjadi pada gol kedua Leverkusen, di mana Milan kehilangan bola di wilayah pertahanan mereka akibat pressing tinggi yang di lakukan oleh Florian Wirtz dan Exequiel Palacios. Kesalahan ini menghasilkan peluang emas yang berhasil di maksimalkan oleh Leverkusen untuk menggandakan keunggulan mereka.
Pressing intens yang di lakukan oleh Leverkusen ini tidak hanya menghentikan aliran bola Milan tetapi juga membuat para pemain Milan kelelahan secara mental dan fisik. Mereka tidak bisa menemukan ritme permainan yang biasanya menjadi kekuatan mereka. Keadaan ini membuat Milan sering terjebak dalam situasi di mana mereka kehilangan bola di area berbahaya dan tidak mampu mengembangkan permainan, yang pada akhirnya berujung pada gol-gol Leverkusen.
Performa Buruk Pemain Kunci dan Kesalahan Individu
Alasan kedua yang sangat berpengaruh terhadap kekalahan AC Milan adalah performa buruk dari pemain-pemain kunci mereka dan serangkaian kesalahan individu yang fatal. Saat menghadapi tim dengan pressing intens seperti Leverkusen, peran pemain kunci untuk menenangkan situasi dan membawa ketenangan dalam mengolah bola sangatlah krusial. Namun, hal ini tidak terjadi pada laga tersebut.
Pemain seperti Rafael Leão, yang biasanya menjadi andalan dalam menciptakan peluang melalui dribel dan kecepatannya, tidak mampu tampil sesuai harapan. Leão sering kehilangan bola saat mencoba melewati pemain Leverkusen, dan ketidakmampuannya untuk mempertahankan penguasaan bola memberikan tekanan balik kepada tim. Penampilan Leão yang kurang mengesankan membuat Milan kesulitan menciptakan peluang di lini depan dan terpaksa lebih banyak bertahan.
Tidak hanya Leão, Olivier Giroud yang di percaya sebagai ujung tombak pun tampak kesulitan menghadapi bek-bek Leverkusen. Giroud, yang di kenal karena kemampuannya dalam duel udara dan penempatan posisi yang cerdas, tidak mendapatkan banyak suplai bola yang berarti, dan saat mendapatkannya pun ia langsung di kepung oleh dua sampai tiga pemain lawan. Hal ini membuat Milan kehilangan ancaman nyata di area kotak penalti.
Namun, yang paling di sorot dalam kekalahan ini adalah kesalahan individu yang di lakukan oleh pemain bertahan Milan. Fikayo Tomori, yang biasanya tampil kokoh di lini belakang. Melakukan kesalahan fatal saat gagal mengantisipasi bola panjang dari lini tengah Leverkusen. Kesalahan ini berujung pada gol pembuka Leverkusen melalui sepakan cepat dari Victor Boniface. Yang tidak dapat di antisipasi oleh Mike Maignan.
Kesalahan lain datang dari Davide Calabria. Yang sering terlambat dalam melakukan tekel dan justru memberikan banyak ruang kepada pemain sayap Leverkusen. Kelemahan ini di manfaatkan dengan baik oleh Moussa Diaby yang beberapa kali berhasil melakukan penetrasi dari sisi kanan pertahanan Milan. Kebobolan ketiga Milan juga tidak lepas dari kelengahan lini belakang. Yang membiarkan striker Leverkusen leluasa menerima umpan tarik di dalam kotak penalti.
Selain itu, ketidakmampuan Milan dalam mempertahankan ketenangan mereka di bawah tekanan juga terlihat. Dari beberapa kesalahan passing di area mereka sendiri. Yang memberikan peluang mudah kepada Leverkusen. Kesalahan semacam ini bukan hanya hasil dari pressing tinggi Leverkusen. Tetapi juga dari kurangnya koordinasi dan ketidak tangguhan mental para pemain Milan dalam menghadapi tekanan.
Analisis Tambahan: Kurangnya Alternatif Taktik
Selain dua alasan utama di atas, ada satu hal lain yang patut di catat. Yaitu kurangnya alternatif taktik yang di gunakan oleh AC Milan ketika menghadapi tekanan tinggi dari Leverkusen. Stefano Pioli, pelatih Milan, tampaknya gagal untuk mengadaptasi taktik permainan yang lebih fleksibel. Mereka terus mencoba membangun serangan dari bawah meskipun jelas bahwa Leverkusen terus menekan mereka dengan intensitas tinggi.