tebakskor889.com – AC Milan dan 100 Juta Euro yang Terbuang: Investasi Besar, Hasil Mengecewakan. Musim 2023/24 dimulai dengan harapan tinggi di San Siro. Setelah mencapai semifinal Liga Champions dan performa domestik yang menjanjikan, AC Milan memutuskan untuk berinvestasi besar di bursa transfer. Dengan lebih dari 100 juta euro dihabiskan untuk memperkuat skuad, Rossoneri berharap bisa bersaing di Serie A dan Eropa. Namun, harapan itu segera berubah menjadi kekecewaan besar. Apa yang salah dengan investasi besar ini? Mari kita bahas lebih mendalam.
Bursa Transfer Musim Panas: Janji yang Menawan
Kepergian Sandro Tonali ke Newcastle United senilai 70 juta euro memberi AC Milan dana yang cukup besar untuk memperkuat skuad. Mereka membeli sejumlah pemain baru dengan harapan bisa membentuk tim yang lebih dalam dan lebih kompetitif.
Pemain yang didatangkan:
Christian Pulisic (€20 juta) – Winger dari Chelsea yang eksplosif.
Samuel Chukwueze (€28 juta) – Pemain sayap cepat dari Villarreal.
Yunus Musah (€20 juta) – Gelandang muda berbakat asal Valencia.
Ruben Loftus-Cheek (€16 juta) – Gelandang fisik dari Chelsea.
Tijjani Reijnders (€19 juta) – Otak permainan dari AZ Alkmaar.
Noah Okafor (€14 juta) – Striker lincah dari RB Salzburg.
Dengan total lebih dari 110 juta euro, AC Milan berharap dapat membangun kedalaman skuad untuk bersaing di tiga kompetisi utama. Namun, seperti yang sering dikatakan: uang banyak tidak selalu berarti hasil maksimal.
Penampilan yang Tak Sesuai Ekspektasi
Dari seluruh pemain yang didatangkan, hanya Pulisic dan Reijnders yang benar-benar menunjukkan performa yang cukup konsisten. Sisanya? Kekecewaan besar.
Pulisic: Meskipun bermain cukup baik dengan kontribusi gol dan assist, Pulisic tidak bisa mengubah jalannya musim yang penuh inkonsistensi.
Reijnders: Memiliki visi yang sangat baik dan kemampuan distribusi bola yang rapi, namun sering terisolasi saat AC Milan ditekan lawan.
Chukwueze: Pemain yang dibeli dengan harapan besar justru gagal memenuhi ekspektasi. Cedera dan inkonsistensi membuatnya lebih sering berada di bangku cadangan.
Musah dan Loftus-Cheek: Keduanya datang dengan harapan membawa energi dan transisi cepat. Sayangnya, mereka kesulitan beradaptasi dengan sistem permainan Pioli.
Okafor: Sejauh ini, kontribusinya di lini depan sangat terbatas. Kurangnya ketajaman di depan gawang membuat AC Milan kehilangan opsi serangan kedua yang efektif.
Taktik Stefano Pioli: Antara Adaptasi dan Kebingungan
Salah satu penyebab utama kegagalan investasi besar ini adalah kurangnya taktik yang jelas dari pelatih Stefano Pioli. Dia sering bereksperimen dengan berbagai formasi, termasuk 4-2-3-1, 4-3-3, hingga 3 bek. Namun, tidak ada satu pun formasi yang berhasil memberikan identitas kuat pada tim, seperti yang mereka capai di musim 2021/22 saat menjadi juara Serie A.
Pioli juga kesulitan dalam mengintegrasikan pemain-pemain baru ke dalam sistem permainan. Beberapa pemain, seperti Chukwueze dan Musah, dipaksa bermain di posisi yang tidak sesuai dengan kekuatan alami mereka. Hal ini hanya menambah kebingungannya dalam membentuk tim yang solid.
Cedera dan Minimnya Kepemimpinan
Musim ini, AC Milan juga dilanda badai cedera. Pemain-pemain kunci seperti Thiaw, Tomori, Kalulu, dan Maignan sering absen, memengaruhi keseimbangan tim.
Namun, masalah yang lebih mendalam adalah kurangnya figur pemimpin yang bisa menjaga stabilitas tim. Kehilangan Tonali tidak hanya terasa di lapangan, tetapi juga di ruang ganti. Pemain senior seperti Giroud dan Theo Hernandez belum cukup kuat untuk mengangkat moral tim, terutama saat tertinggal.
Tekanan Fans dan Media yang Tak Terbendung
Dengan belanja besar, ekspektasi dari fans dan media semakin tinggi. Para pendukung AC Milan berharap tim bisa bersaing ketat dengan Inter Milan di Serie A dan tampil lebih baik di Eropa. Namun, kenyataan berbicara lain:
Gagal total di Liga Champions (tereliminasi di fase grup).
Tersingkir lebih awal di Coppa Italia.
Jauh tertinggal dari Inter Milan di Serie A.
Media dan mantan pemain seperti Alessandro Costacurta dan Arrigo Sacchi mulai mempertanyakan arah proyek AC Milan dan menilai bahwa belanja besar mereka tidak di dukung dengan visi sepak bola jangka panjang.
Investasi vs Value: Apakah AC Milan Terjebak Hype?
Dari segi manajemen, strategi AC Milan tampak mengundang pertanyaan. Mereka menjual Tonali untuk membeli sejumlah pemain yang dianggap “potensial.” Namun, sepak bola modern tidak hanya soal kuantitas pemain, melainkan kualitas dan kecocokan dengan sistem yang ada.
Sebagai perbandingan, Inter Milan tidak membeli banyak pemain, namun setiap rekrutan mereka langsung memberikan dampak signifikan, seperti Hakan Çalhanoğlu, Marcus Thuram, dan Carlos Augusto. Sebaliknya, AC Milan membeli banyak pemain yang tidak benar-benar menonjol.
Apa yang Harus Di lakukan Selanjutnya?
Untuk musim depan, AC Milan harus belajar dari kesalahan besar ini dan melangkah dengan lebih terstruktur. Berikut langkah yang sebaiknya di ambil:
Fokus pada kualitas pemain, bukan kuantitas.
Pastikan pelatih Pioli tahu cara memaksimalkan pemain yang di beli.
Tentukan filosofi tim yang jelas dan sesuaikan rekrutan dengan filosofi tersebut.
Berani menjual pemain yang tidak cocok meskipun baru di beli.
100 Juta Euro Tidak Selalu Membeli Kesuksesan
Sepak bola memang penuh kejutan, namun satu hal yang pasti: uang bukan jaminan. Meskipun menghabiskan lebih dari 100 juta euro, tanpa arah yang jelas dan strategi yang matang, hasilnya bisa nihil. Fans AC Milan kecewa bukan hanya karena tim kalah, tetapi karena tidak ada progres nyata.
Saat ini, AC Milan berada di persimpangan: mereka harus memilih apakah akan terus melanjutkan proyek ini atau kembali ke filosofi yang telah membawa mereka sukses di masa lalu. Jika mereka ingin musim depan berbeda, mereka harus memperbaiki kesalahan mahal yang telah di buat.